Alkisah, cerita nyata ini terjadi pada suatu hari beberapa tahun yang lalu saat kegiatan Penerimaan Siswa Baru (PSB) di MTs. MTM. Waktu itu kantor panitia sedang ramai-ramainya dengan kehadiran beberapa orang tua dan putera-puterinya yang akan melakukan pendaftaran, ketika … sepasang suami-isteri paruh baya yang baru memarkir kendaraannya, langsung memasuki gerbang madrasah. Anehnya mereka tidak menuju ke kantor panitia, melainkan “bablas” menuju lapangan dan tanpa “kulo nuwun” lagi terus melakukan sidak (inspeksi mendadak) dengan mengamati setiap ruangan yang ada hingga ke musholla dan toilet. Seorang anggota panitia, mengikuti mereka dari kejauhan dan bersiap-siaga kalau-kalau sang tamu membutuhkan “assist”.
Setelah selesai dengan sidaknya, mereka meminta bertemu dengan Kepala Sekolah. Maka bertemulah mereka. Sang tamu langsung bertanya sambil matanya terus “berkeliling” melahap setiap sudut kantor Kepsek yang kecil dan sederhana serta tak ber-AC itu. “Jadi ini gedung sekolah MTM, pak ?”, tanyanya. “Ya benar, memangnya kenapa ?”, bapak kepsek balik bertanya. “Tadinya saya fikir kami telah keliru masuk ke sekolah lain”, tanyanya dalam nada keheranan yang belum juga habis. “Memangnya ada apa ? bapak sepertinya kok tidak percaya kalau ini memang MTM. Ya inilah MTM seperti yang bapak lihat”.
Pembicaraan makin seru, karena banyak “surprise”nya. “Begini lho pak, beberapa alumni MTM yang menjadi siswa kami, prestasinya bagus-bagus semua, bahkan ada yang menjadi kebanggaan kami dan kami sertakan dalam Tim Olimpiade kami. Awalnya saya berfikir bahwa sekolah mereka pastilah hebat seperti halnya sekolah-sekolah top lain, baik dari segi fisik maupun sarana penunjang lainnya. Tetapi kenyataannya malah diluar dugaan sama sekali. Mohon maaf pak, kalau sedari tadi kami tampak seperti tidak percaya”, cerita sang tamu yang rupanya seorang guru pada sebuah SMA Negeri yang mengajar bidang studi “maut”. Kepsek kita yang awalnya “rada” tersinggung malah jadi tersenyum kecut tapi penuh dengan kebanggaan, lalu mengomentari : “Yah, begitulah pak. Mungkin awalnya kami memang mendapat bibit-bibit unggul, kemudian mereka dibimbing oleh guru-guru kami yang mengajar dengan hati mereka. Hasilnya … al-hamdu li ‘l-Laah”.
Singkat cerita, sang tamu yang guru itu kemudian mendaftarkan seorang puteranya. Dan tahun berikutnya, putera keduanyapun ikut menyusul. Kini keduanya telah lulus dan sedang melanjutkan di SLTA masing-masing, itu artinya apa … ya ?. Pantas saja kalau mas Tukul yang berharga seperti Arwana itu terus saja berpesan dalam acara “bukan” Empat Mata-nya itu : “Don’t judge a book by its cover !” (Jangan pernah menilai sebuah buku itu hanya dari tampilan sampulnya saja !). Oh, jadi biar gedungnya jelek dan out of date, tetapi output-nya kan OK, Mas ? Berarti judul tulisan ini cocok, dong ? Berbanggalah kalian, wahai para alumni semua. Al-hamdu li ‘l-Laahi awwalan wa akhiiron, daa’iman abadan.
makanya, aq pun pilih mtsmtm. moga aja tetap dalam inayah Allah swt. guru2N diberi kekuatan, amin.
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusamin
BalasHapus