The other side of …. Hārūn ar-Rasyīd
Hārūn ar-Rasyīd, sebuah nama yang tidak terlalu asing di telinga setiap orang. Banyak diantara kita mengenalnya sebagai khalifah kelima dari dinasti Abbasiyyah yang pada masa ke-khilafahan-nyalah, Islam mencapai salah satu puncak kejayaannya terutama di bidang ilmu pengetahuan. Tidak sedikit juga yang menganggapnya sebagai sosok khalifah yang memiliki “gaya” dalam kehidupan keduniaannya. Tapi banyak sekali dari kita yang tidak tahu, bahwa - di luar semua itu - beliau adalah tetap sebagai seorang anak manusia yang tidak pernah lupa pada pemenuhan sisi dahaga kerohanian dirinya. Karena itu beliau sangat sering meminta nasihat spiritual dari orang-orang sholeh yang berada di sekelilingnya. Berikut adalah salah satunya …… the other side of Hārūn ar-Rasyīd.
“ ’Izh-ni, ayyuha ‘sy-syaikh !“ ( Tolong nasihati hamba, wahai tuan guru ! ), katanya suatu hari. “Yā Hārūn, law dāmat li-ghoiri-ka, mā washolat-ka !“ ( Wahai Harun, andaikata sebuah kekuasaan itu bisa abadi di tangan seseorang, tentu kekuasaan itu tidak berada di tanganmu sekarang ! ). “Zid-ni, ayyuha ‘sy-syaikh !“ ( Tambahkan lagi, wahai guru ), pinta sang khalifah. Orang sholeh itupun melanjutkan : “Yā Hārūn, til-ka qushūru-hum, wa hādzi-hi qubūru-hum !“ ( Tengok wahai Harun, itu disana adalah istana-istana megah yang pernah mereka tempati dulu, dan di sebelah sini itu adalah kubur-kubur sepi yang kini harus mereka huni ), “Kafā bi ‘l-mauti wā’izhō !“ ( Jadikanlah kematian itu sebagai satu-satunya nasihat yang paling ampuh ). Mendengar nasihat ini sang khalifahpun menangis tersedu sejadi-jadinya sehingga jenggotnya basah oleh kucuran deras air matanya.
“Ayyuha ‘sy-syaikh, a ‘alai-ka dainun fa-naqdhī-hi ‘anka !“ ( Maaf tuan guru, apakah barangkali tuan guru memiliki hutang, biar izinkan kami yang akan melunasinya ! ), Harun mencoba menawarkan bantuan kepada tuan syeikh sebagai tanda terima kasihnya atas semua nasihat beliau, yang dijawab : “Yaqdhī-hi ‘annī man huwa aqdaru ‘alā qodhō-i-hi min-ka !“ ( Hutang-hutangku andai katapun ada, akan dilunasi oleh Dia yang lebih mampu melunasinya dari pada kamu ). Lalu Harun mencoba lagi tawaran lain, katanya : “Fa-khudz min mālī mā yakfī-ka rizqon la-ka wa li-‘iyāli-ka !“ ( Begini saja, ambil dari hartaku seberapapun kau butuh untuk keperluan hidupmu dan sanak keluargamu ! ). Mendengar tawaran istimewa Harun ini sang syeikh cuma tersenyum saja, lalu berkata : “Waiha-ka yā Hārūn, a tazhunnu anna ‘lloha yarzuqu-ka wa yansā-nī ?!“ ( Jangan keterlaluan begitu wahai Harun, apakah kau kira Alloh itu memberi rizki hanya untukmu saja dan melupakanku, begitu ?! ). Harunpun terdiam seribu bahasa. Oh … andaikata di zamanku ini ada seribu Harun dan seribu Syeikh saja yang seperti ini …, oh betapa ……… ! Betapa apa ? Entahlah !
diambil dari :
http://benzein4.wordpress.com/category/'ibar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar