Balas Salam Kami

Ahlan Wa Sahlan !

As-Salaamu 'alaikum wa rohmatu 'l-Loohi wa barokaatuH,


Al-Hamdu li 'l-Laah kita punya "Hall". Blog ini milik kita. Ajang kita bersilatu 'r-rohim, bertukar ide dan pengalaman serta saling berbagi suka maupun duka. Kita adalah saudara. Ada lebih dari "sesuatu" yang telah mengikat kita kuat, erat tak terpisahkan.


Kalian dapat mengirim berita, cerita, pengalaman atau apa saja yang baik dan berguna untuk semua, tetapi jangan lupa untuk sertakan foto terbarunya. Post-kan via e-mail ke :
one.zein69@yahoo.com


Kampus kita masih yang itu-itu juga, al-Hamdu li 'l-Laah masih dipelihara oleh Allah 'Azza wa Jalla. Kalau ingin ia menjadi lebih baik, kalian lebih tahu caranya dan Allah Maha Tahu semua niat dan amal kita. OK, beritanya ditunggu. Tell a friend.


Was-Salaamu 'alaikum wa rohmatu 'l-Loohi wa barokaatuH.

Admin of Hall of MTsMTM

Eh ... Ada Tamu ?


Selamat Tahun Baru Hijriyyah !


Mana Tulisanu ?


Menentukan Arah Qiblah

17 September 2009

Berkhayallah selagi gratis !


Khayal, Teknologi dan Ibadah


Masa muda biasanya amat sarat akan cita-cita, keinginan, angan-angan bahkan khayalan tinggi. Ini hal yang manusiawi sekali selama semuanya masih dalam jangkauan orbit pencapaian. Karena justru cita-cita dan keinginan itulah yang sebenarnya menjadi pemicu semangat agar kita dapat berbuat sekuat yang kita dapat. Namun adakalanya angan-angan dan daya khayal sering melesat lebih cepat dari apa yang sempat kita rancang dan reka. Berikut ini adalah beberapa khayalan tingkat tinggi tempo doeloe dari beberapa teman yang sempat ditumpahkan kepada penulis.


Di depan Ka’bah al-Musyarrofah pada suatu senja di bulan Ramadhan 1396, sambil tadarrus yang diselang-selingi dengan thowāf sembari menunggu saat ifthār (berbuka puasa), seorang teman muda (putera seorang kiai besar yang telah muqim di Mekkah hampir tiga tahun dan dikenal sebagai seorang “kutu buku” dan sering berfikiran nyeleneh), tiba-tiba mencolekku sambil berbisik pelan, katanya : “Maaf bang, mengganggu sebentar. Ada gelitik dalam benakku yang butuh jawaban segera. Begini, sekarang kan zamannya sudah canggih, lalu terfikir olehku … apa nggak bisa di sekeliling Ka’bah ini dipasang sejenis “ban berjalan” (conveyor belt) yang melingkar untuk mempermudah dan membuat nyaman mereka-mereka yang melakukan thowāf ?. Itu satu, kemudian di mas’a (tempat sa’i) sana juga mungkin akan jadi elok jika dipasangi sepasang escalator antara bukit Shofa dan Marwa sehingga tidak membuat letih mereka yang melakukan sa’i. Bagimana menurut abang ?”. Setelah terdiam sejenak akupun mencoba memberikan jawaban sederhana saja : “Begini sobat, ide anda sangat cemerlang dan brilliant. Cuma kalau semua ibadah dipercanggih begitu … jadi hilang dong nilai ubudiyyah-nya, Karena ganjaran suatu amalan itu diberikan seimbang dengan bobot usaha kita, jadi biar deeh … capek-capek dikit , mau ibadah kok perhitungan amat !”. Meski tampak tak puas, tetapi teman kita ini tak berkata apa-apa lagi karena mulutnya sudah dibasahi segelas air zamzam. Waktu ifthār telah tiba, al-Hamdu li ‘l-Lāh. Allōhumma la-Ka shum-tu


Ketika masih di Madrasah Aliyah dulu ada seorang teman yang nyeleneh-nya minta ampun. Setiap kali bicara, nilai candanya hampir >75% … gila kan, susah seriusnya !. Sampai ketika dunia geger dengan pendaratan Apollo 11 (Itu lho ketika mas Neil Armstrong dengan Slamet berhasil mendarat di bulan pada tahun 1969) dengan segala effect sampingnya yang nggak habis-habis … ketika ada jam pelajaran kosong, tiba-tiba si teman yang satu ini datang menghampiriku sambil tersenyum dengan sebuah pertanyaan yang kali ini “agak” serius, katanya : “Ente sempat baca kan di koran beberapa hari ini, bahwa para astronaut itu ketika di Apollo dulu makannya bukan nasi bungkus, tetapi cuma sebutir kapsul yang nilai “kenyang”nya sama dengan sepiring munjung nasi uduk ? Terus … yang kepikiran terus ame ane nih, gimana kalo nanti … kapsul kaya gitu (dengan efek lebur-nya baru terjadi 6 jam setelah dikonsumsi, yaitu kira-kira tengah hari) … itu diproduksi secara besar-besaran dan diedarin pada bulan Puasa, menurut ente … gimane ?”. Bagaimana ya, dijawab apa nggak nih ?. Waktu itu jawabanku sepertinya agak ketus dan kayak jumping smash-nya Liem Swie King, begini : “Ngapain sich pake repot-repot segala mau memproduksi kapsul khayalan-mu itu yang belum tentu laku dan terjangkau oleh kantong orang-orang kaya kita-kita ini. Udah aja … kalau memang nggak mau berlapar-lapar dalam berpuasa, ya … nggak usah puasa aja sekalian, beres … kan ? gitu aja kok repot, malah gratis … dan itu pun kalo lu berani he he !”.



Lokasinya : “Mess” pegawai musiman KBRI Jeddah, musim Haji 1976. Waktu itu musim haji telah selesai dan masa kerja kitapun usai juga. Teman-teman sedang bersiap-siap untuk kembali ke Base Camp : Cairo, dan acara “packing” (bungkus barang)-pun ramai oleh canda dan tawa riang, maklum … dompet mereka sudah agak rada tebal dikit. Diantara mereka ada seorang teman yang sedang mengomentari pesawat TV 16” teman lainnya yang akan dibawa “mudik”, yang kebetulan masih jadul karena untuk memilih channel/saluran masih menggunakan nomor yang harus diputar dan merepotkan. “Yaah capek deh … muter-muter nomor kaya gitu. Ini dong … TV-nya si Fakhri, udah pake tombol, jadi lebih praktis dan bisa pake jempol kaki lagi", kata teman tadi agak ngeledek (kala itu yang namanya teknologi Remote Control belum lagi nongol). Teman yang punya TV cuma diam saja diejek begitu, dan dia malah bertanya kepadaku : “Bang, ente nggak beli TV juga ?”. Untuk menyembunyikan ke-boke’an-ku, aku malah menjawab dengan elegan begini : “Ane lagi nunggu munculnya jenis TV yang kalau mau menukar saluran, nggak perlu cape-cape muter nomor atau neken tombol segala !”. “Maksudnya apa bang ?”, tanya mereka serempak. “Gini, maksud ane … misalnya nih ya lagi acara siaran orkes gambus, tapi ane kepengen nonton orkes keroncong … ya tinggal niatin aje dalem ati atawa bilang aje ke TV-nye : Hei TV, tolong ganti orkes keroncong dong ! … udah gitu doang, faham ?”. “Hah … magnun (gila) ente, mana bakal ada TV kaya gitu !”. Aku cuma nyengir aja, karena teknologi memang harus dimulai dengan sebuah “kegilaan”. Sekarang saja sudah mulai terbukti dengan adanya remote control, kita tidak perlu lagi mencet-mencet tombol TVnya, tetapi cukup dengan mencet tombol remotenya, ya kan ?. Udah ah, ntar jadi gila beneran.


( Kumpulan Cerita Nyata Jadul Ibnu Zein )


Tidak ada komentar:

Posting Komentar


STOP PRESS


Al-hamdu li ‘l-Lāh, sebuah karya besar “anak bangsa” telah hadir untuk melengkapi jati diri keislaman kita. Muhammad Maulana, seorang alumni MTs. MTM telah berhasil men-desain sebuah situs (Website) dengan content khusus tentang FARO’IDH (Hukum Waris Islam). Ini unik, karena ia seorang sarjana Ilmu Komputer dari IPB Bogor, tetapi garapannya justru tentang Islam. Situsnya telah dicantumkan dalam Daftar Links blog ini sejak sepekan yang lalu, dan URLnya adalah http://www.faroidh.webs.com/. Profil alumni yang satu ini akan kita post-kan dalam beberapa hari ini, in syā-a ‘l-Lōh.


Bagi rekan-rekan yang komputernya belum terkoneksi (online) dengan internet dan ingin mencoba “ber-Faro’idh dan ber-Zakat Ria” lewat IT, kami memiliki 3 software/program gratis untuk penghitungan Warisan (Indonesia / Arab) dan Zakat Penghasilan Pribadi. Programnya mudah dan tanpa instalasi serta penggunaannyapun segampang mengisi SPT. Mau … ? hubungi kami.


Admin of Hall of MTsMTM

04/09/2009 – 14/09/1430